“Sapere aude” atau “beranilah berpikir sendiri” merupakan semboyan zaman pencerahan yang dipopulerkan oleh Immanuel Kant, seorang filsuf Jerman. Kutipan tersebut dapat ditemukan dalam artikel Kant berjudul Apa itu Pencerahan?.
Adapun teks utuh pernyataan Kant berbunyi:
“Pencerahan adalah jalan keluar manusia dari ketidakdewasaan yang disebabkan oleh kesalahannya sendiri. Ketidakdewasaan merupakan ketidakmampuan untuk mempergunakan akalnya tanpa tuntunan orang lain. Ketidakdewasaan ini adalah akibat kesalahannya sendiri, jika penyebab ketidakdewasaan itu tidak terdapat pada kurangnya akal, melainkan pada ketetapan hati dan keberanian untuk mempergunakan akalnya tanpa tuntunan orang lain. Sapere Aude! Milikilah keberanian untuk menggunakan akalmu sendiri! Adalah semboyan pencerahan”.
Menurut F. Budi Hardiman dalam buku Pemikiran Modern: Dari Machiavelli sampai Nietzsche, semboyan sapere aude memuat suatu keyakinan bahwa rasio merupakan kemampuan manusiawi yang sentral. Semboyan itu juga menjelaskan bahwa kemampuan baru menjadi aktual jika dikaitkan dengan suatu keutamaan, yakni keberanian. Sementara itu, Achmad Dhofir Zuhry melihat bahwa sapere aude menjadikan manusia tak lagi tunduk pada kemapanan dalam segala bidang, termasuk agama yang cenderung mengekang dan seringkali dijadikan kendaraan politik untuk mengumpulkan elektoral.
Namun, kedua pandangan tersebut bukan berarti menyatakan bahwa sapere aude adalah perlawanan dan permusuhan manusia terhadap agama. Lebih tepat, kemapanan itu sendiri boleh jadi terselubung dan tersembunyi di balik teks-teks suci agama. Keberanian menggunakan pikiran tak hanya mendobrak kemapanan, tetapi membuat manusia menjadi merdeka.
Dalam hemat saya, melalui ungkapan sapere aude, Kant ingin mendorong orang-orang agar mereka berani mengucapkan pikirannya sendiri, kendati pemikirannya mungkin bertentangan dengan keyakinan agama atau pemikiran umum. Seyogyanya, sapere aude harus menjadi prinsip bagi setiap orang agar mereka bisa terbebas dari belenggu pemikiran orang lain, dan meraih kemerdekaan dengan bersandar pada pemikirannya sendiri.
23 June 2024 1 Song, 3 minutes ℗ 2024 Rich Lake Records
Dare to do should dare to take responsibility
Sedang diterjemahkan, harap tunggu..
Apakah kita seorang pengecut?, tentu siapa saja yang ditanya seperti itu pasti akan menjawab, Saya bukan seorang pengecut, Saya seorang pemberani. Lalu dengan penuh semangat memberikan sejumlah alasan sebagai penguat argumentasi.
Padahal banyak alasan yang baru dibuat pada saat ditanya, bukan alasan berdasarkan fakta yang ada. Alasan yang dibuat demi membela diri.
Itulah yang kita hadapi sekarang, banyak orang mengaku pemberani tetapi perbuatannya selalu mengabarkan kepengecutan mereka dihadapan orang lain. Berani berbuat tapi tidak berani bertanggung jawab, lalu melempar bola panas ke orang lain.
Hebatnya lagi orang-orang ini biasanya lebih ‘beruntung’ dibandingkan orang lain, dengan pengalamannya mereka mampu menapak ke posisi yang lebih tinggi. Mereka bisa memanfaatkan orang lain untuk kepentingan sendiri.
Sementara orang2 dibawahnya hanya mendapatkan sisa-sisa.
Dari mulai lingkungan keluarga terkecil, kadang kita tidak berani mengaku salah, kepada istri, kepada anak, kepada keluarga terdekat, kata maaf lebih susah untuk terucap. Bertanggung jawab lebih susah dilakukan kepada orang2 terdekat kita.
Di lingkungan pekerjaan dan masyarakat juga sama, semakin banyak orang yang berani berbuat, tapi lupa dan lari dari kewajiban untuk bertanggung jawab. Ada orang yang hobinya memanfaatkan orang lain, kemudian memetik hasil kerja keras orang lain, ada juga orang yang sibuk menyalahkan orang lain ketika masalah datang, demi keselamatan diri sendiri.
Mereka ada dimana-mana, dan salah satunya mungkin kita. Sungguh luar biasa, saking anehnya tidak memahami bahwa kita adalah seorang pengecut. Berani berbuat tapi tidak berani bertanggung jawab, sering terjadi di kehidupan kita.
Jangan2 inilah kepribadian kita yang baru. Pribadi pengecut, pribadi penjilat. Demi kepentingan sendiri, mempersulit orang lain.
Mudah2an kita semua segera sadar, dan berani bertanggung jawab atas segala perbuatan yang kita lakukan.
Cikarang/14 Februari 2012/22.56
Mari intropeksi diri sekali lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Pendidikan Selengkapnya